Serial Imam Ahli Qiraat #1: Manusia Kasturi Asal Persia

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارِك على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Imam Nafi’ (Qari pertama), begitu orang menyebutnya, nama lengkapnya adalah Nafi’ bin Abdirrahman bin Abi Nu’aim, kun-yah beliau; Abu Ruwaim al-Laitsi. lahir di Asbahan (Persia) pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan.

Seorang yang shalih, “Qira’at apa yg paling Engkau sukai?”. Pertanyaan ini dilontarkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hanbal kepada ayahnya. Ia cukup penasaran dengan pendapat sang ayahanda. “Qira’at Penduduk Madinah (Qira’at Nafi’), jika tidak maka Qira’at ‘Ashim”, jawab sang ayah.

Ia (Imam Nafi’) memilih kota Nabi ﷺ sebagai tempat tinggalnya, disinilah ia belajar al-Qur’an dengan penuh semangat. Satu atau dua orang guru belum cukup memuaskannya, ia terus-menerus mencari guru talaqqi hingga mencapai puluhan. Tak heran jika ia nantinya menjadi seorang Qari masyhur serta rujukan utama di kota Madinah. Ia pernah berkata: “Aku mempelajari al-Qur’an dari 70 orang Tabi’in” ucapnya suatu ketika.

Para ulama biasa menempatkan Imam Nafi’ di urutan pertama dalam daftar para qurra’ dalam kitab mereka. At-taisir, Matan Syathibiyyah dan Kitab an-Nasyr diantara contohnya.

Qari yang memiliki warna kulit gelap ini menghabiskan hidupnya untuk al-Qur’an.

Murid-muridnya pun cukup banyak, baik dari dalam maupun luar Madinah. Diantara mereka adalah Imam Malik bin Anas rshimahullah, sang Imam darul hijrah.

Satu hal yang cukup mengesankan dari Imam Nafi’ adalah mulutnya yg selalu mengeluarkan aroma wangi bak minyak kasturi saat berbicara. Suatu ketika salah seorang diantara mereka memberanikan diri untuk bertanya: “Wahai Imam, apakah engkau selalu menggunakan wewangian dimulutmu setiap kali hendak mengajar al-Qur’an?”

Mendengar pertanyaan tersebut beliau tersenyum dan menjawab: “Aku tidak pernah melakukannya, namun suatu hari aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah ﷺ. Dalam mimpi tersebut beliau membacakan al-Qur’an didepan mulutku. Sejak saat itu keluarlah bau harum dari mulutku ini”.

Keilmuan beliau tidak diragukan lagi, para ulama satu persatu melontarkan pujian kepadanya:

  • Imam Malik rahimahullah berkata: “Nafi’ merupakan Imam Qira’at di Madinah”.
  • Al-Laits bin Sa’ad rahimahullah pernah berkata: “Aku melaksanakan ibadah haji pada tahun 113 hijriyah dan Imam qira’at di Madinah saat itu adalah Nafi’”.
  • Ibnu Mujahid rahimahullah berkata: “Nafi’ adalah Imam qira’at penduduk Madinah”.

Wasiat Sang Imam; saat terbaring sakit menunggu ajal, anak-anak beliau berkumpul disekitarnya. Dengan penuh kesedihan mereka berkata: “Apa yang emEngkau wasiatkan kepada kami wahai ayahanda?”

Beliau lantas membaca firman Allah ﷻ:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” [QS. Al-Anfal, Ayat 1]

Beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 169 hijriyah. Betapa indahnya kehidupan yg dipenuhi dan ditutup dengan Kitabullah.

Lalu mengapa seringkali Imam Nafi’ menjadi urutan pertama dalam daftar para Qurra’ dan dijuluki Imam Nafi’ al-Madani? Penulis jawab, Imam Nafi’ rahimahullah memilih kota Madinah sebagai tempar tinggal. Beliau habiskan umur untuk mengajarkan al-Qur’an hingga dijuluki Qari’ Madinah.

Oleh karenanya para ulama biasa menempatkan beliau pada urutan pertama dalam daftar ulama Qira’at Sab’ah. Sebab Madinah merupakan kota tempat tinggal Rasulullah ﷺ (penerima wahyu al-Qur’an).

Lalu siapakah Nafi’ Maula Ibnu Umar? Beliau berasal dari Naisabur, wafat pada tahun 117 H. Dan beliau merupakan seorang ahli hadits, sedangkan Imam Nafi’ al-Qari adalah ahli qira’at. Dan dikatakan Imam Nafi’ al-Qari sempat duduk di Majelis Nafi’ Maula Ibnu Umar. Karena keduanya cukup lama menetap di Madinah, maka keduanya dikenal dengan sebutan Nafi’ al-Madani.

Allahu alam