Abu Abdirrohman as-Sulami

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارِك على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Al-Qur’an, keagungannya tidak dapat dikira dan dihitung. Perkara baik apa saja yang berhubungan dengannya, menjadi mulia. Allah  ﷻberfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad, Ayat 29)

Para sahabat adalah generasi yang terdidik dengan al-Qur’an. Alloh turunkan kitab-Nya yang mulia di masa mereka. Dan Rosul-Nya ﷺ mendidik generasi mulia ini secara langsung. Menjelaskannya dalam perkataan dan perbuatan.

Di antara sahabat Nabi ﷺ yang terdidik dengan bimbingan al-Qur’an itu adalah Dzu Nurain, Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu. Kedua telinga Utsman mendengar langsung ayat al-Qur’an yang dilantunkan oleh Nabi ﷺ. Ayat-ayat tersebut meninggalkan kesan yang begitu dalam di hatinya. Terpraktikkan pada kepribadiannya. Menyucikan hatinya dan menahbiskan jiwanya. Kemudian mempengaruhi ruhnya. Jadilah ia manusia baru -karena memeluk Islam- dengan jiwa yang mulia. Tujuan hidup yang agung. Dan perangai yang istimewa.

Pada artikel Mengenal Imam ‘Ashim al-Kufiy disebutkan Abu Abdirrahman as-Sulami dan penulis menyampaikan disana bahwasanya akan ada pembahasan tentangnya, disinilah penulis akan membahasnya. Semoga Alloh menerima amal kita dan meninggikan derajat para penjaga al-Qur’an setinggi-tingginya.

Beliau adalah Putra dari seorang sahabat Nabi. Sosok ulama ahli Qur’an ini lahir saat Rasulullah ﷺ masih hidup ditengah kaum muslimin. Tidak heran jika beliau terhitung sebagai seorang senior dikalangan para Tabi’in. Ayahnya yang merupakan sahabat Nabi lantas memberikan nama Abdullah kepadanya. Di masa mendatang nantinya beliau akan lebih dikenal dengan kun-yah: Abu Abdirrahman as-Sulami. Beliau pernah berkata: “Aku belajar al-Qur’an dari ayahku yang merupakan salah satu dari sahabat Nabi, Ia bahkan ikut berperang bersamanya.”

Diutus ke Kufah. Perang Armenia berkecamuk, kaum muslimin dari berbagai negeri berkumpul, bersatu dan bahu membahu dengan tujuan yang sama, menegakkan kalimat لا إله إلا الله. Diantara mereka terdapat sahabat Hudzaifah bin al-Yaman rodhiyallohu ‘anhu.

Ditengah peperangan, sahabat mulia tersebut dikagetkan dengan sebuah peristiwa yang amat mengejutkan dan menyesakkan dada.

Kaum muslimin saat itu berselisih pendapat dalam masalah qiro’at (bacaan) al-Qur’an. Bahkan sampai kepada taraf saling menyalahkan dan mengkafirkan. Sebuah kejadian yang amat mengkhawatirkan tentunya di mata sahabat ini.

Oleh karenanya, saat api peperangan telah padam beliau segera menghadap Kholifah Utsman bin Affan radhiyallohu ‘anhu guna mendiskusikan masalah pelik yang baru saja ia saksikan. Singkat cerita akhirnya Kholifah Utsman memerintahkan pembentukan panitia penulisan al-Qur’an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhu.

Saat penulisan al-Quran telah usai, beliau lantas mengirim beberapa mushaf tersebut ke penjuru negeri dengan satu orang ulama yang akan mengajarkannya. Diantara mereka terdapat Abu Abdirrahman as-Sulami yang ditugaskan untuk mengajarkan al-Qur’an di negeri Kufah. Beliau pun berangkat dan mengajarkan al-Qur’an di Masjid Agung Kota Kufah tak kurang dari 20 Tahun.

Ya, beliau habiskan 20 tahun dari umur yang dimiliki dalam rangka mengajarkan al-Qur’an, sungguh betapa indahnya pengorbanan beliau demi kitabulloh.

Hari itu Masjid Agung Kufah terlihat ramai seperti biasa. Masjid yang menjadi kebanggan penduduk Kufah tersebut nampak dikerumuni oleh manusia yang haus akan ilmu agama. Di salah satu sisi masjid terlihat seorang alim yang sedang mengajarkan al-Qur’an kepada para muridnya. Beliau sesikit menghela nafas, kemudian berkata: “Sahabat Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu pernah mengabarkan kepadaku bahwasanya Rosululloh ﷺ bersabda:

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari No. 5027 dari Utsman bin Affan dan Abu Dawud No. 1452)

Selepas menyampaikan hadits mulia diatas beliau pun berkomentar: “Hadits inilah yang memotivasiku untuk tetap duduk disini mengajarkan al-Qur’an.”

Sosok ulama tersebut tak lain ialah Abu Abdirrahman as-Sulami rohimahulloh.

Al-Qur’an bagi beliau bukan sekedar susunan huruf yang dihafal diluar kepala. Akan tetapi harus dipahami serta diamalkan isi kandungannya. Oleh sebab itu, tak heran jika beliau berusaha menggabungkan hal tersebut sekaligus, menghafal, memahami dan mengamalkan. Abu Abdirrohman as-Sulami rohimahulloh berkata: “Telah berkata kepada kami orang-orang yang membacakan/mengajarkan al-Qur’an kepada kami, yaitu Utsman bin Affan, Abdulloh bin Mas’ud serta yang lainya: “Sesungguhnya mereka (para sahabat) apabila mempelajari 10 ayat (al-Qur’an) dari Nabi ﷺ, mereka tidak menambahnya sehingga mereka mengetahui ilmu dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata: “Maka kami mempelajari al-Qur’an, ilmu dan amal semuanya.” (Ini adalah atsar yang shohih, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (1/80-Syakir) dan beliau berkata: “Ini adalah sanad yang shohih, bersambung”. Dan beliau menyatakan:

فتعلمنا القرآن والعمل جميعاً بدون لفظٍ “العلم”

Maka kami mempelajari al-Qur’an dan mengamalkan semua (kandungannya)”, tanpa ada lafazh “al-Ilmu”

Metode ini kemudian beliau terapkan kepada para murid beliau, salah satu diantara mereka pernah bercerita: “Abu Abdirrahman as-Sulami biasa mengajarkan kami al-Qur’an 5 ayat kemudian 5 ayat selanjutnya.”

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk dalam ahli quran, amiin

Dan jika kita berbicara silsilah jalur sanad riwayat hafsh, maka kita akan dapati nama Abu Abdirrahman as-Sulami. Berikut perinciannya:

  1. Allah ﷻ
  2. Malaikat Jibril ‘alaihissalam
  3. Rasulullah ﷺ
  4. Empat sahabat Radhiyallahu ‘anhum:
    • Utsman bin Affan
    • ‘Abdullah bin Mas’ud
    • Ubay bin Ka’ab
    • Zaid bin Tsabit
  5. Abu Abdirrahman as-Sulami
  6. ‘Ashim
  7. Hafsh

Yang tidak lain Abu Abdirrahman as-Sulami adalah murid dari Sahabat yang Mulia, Utsman bin Affwan. Di antara murid-murid Utsman bin Affan yang paling terkenal lainnya adalah al-Mughirah bin Abi Syihab, Abu al-Aswad, dan Wazir bin Hubaisy. (Lihat Tarikh al-Islami oleh Imam adz-Dzahabi, 1: 467)

Sejarah telah mencatat kalimat-kalimat penuh hikmah dari Utsman bertutur tentang Alquran. Ia berkata, “Jika hati kita suci, maka ia tidak akan pernah puas dari kalam Rabb nya.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, bab al-Adab wa at-Tasawwuf).

Beliau juga mengatakan, “Sungguh aku membenci, satu hari berlalu tanpa melihat (membaca) al-Qur’an.” (al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir, 10: 388)

Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Bagian dunia yang kucintai ada tiga:

  1. Mengenyangkan orang yang lapar,
  2. Memberi pakaian mereka yang tak punya, dan
  3. Membaca Alquran”. (Irsyadul Ibad li Isti’dadi li Yaumil Mi’ad, Hal: 88)

Dalam kesempatan lainnya, Utsman berkata, “Ada empat hal ketika nampak merupakan keutamaan. Jika tersembunyi menjadi kewajiban.

  1. Berkumpul bersama orang-orang shaleh adalah keutamaan dan mencontoh mereka adalah kewajiban.
  2. Membaca al-Qur’an adalah keutamaan dan mengamalkannya adalah kewajiban.
  3. Menziarahi kubur adalah keutamaan dan beramal sebagai persiapan untuk mati adalah kewajiban.
  4. Dan membesuk orang yang sakit adalah keutamaan dan mengambil wasiat darinya adalah kewajiban.” (Irsyadul Ibad li Isti’dadi li Yaumil Mi’ad, Hal: 90)

Utsman juga berkata, “Ada 10 hal yang disia-siakan: Orang yang berilmu tapi tidak ditanyai. Ilmu yang tidak diamalkan. Pendapat yang benar namun tidak diterima. Senjata yang tidak digunakan. Masjid yang tidak ditegakkan shalat di dalamnya. Mush-haf Alquran yang tidak dibaca. Harta yang tidak diinfakkan. Kendaraan yang tidak dipakai. Ilmu tentang kezuhudan bagi pencinta dunia. Dan usia panjang yang tidak menambah bekal untuk safarnya (ke akhirat).” (Irsyadul Ibad li Isti’dadi li Yaumil Mi’ad, Hal: 91)

Tidak jarang, Allah al-Hakim mewafatkan seseorang sedang melakukan kebiasaannya ketika hidup. Demikian pula yang terjadi pada Utsman. Ia amat dekat dan selalu bersama al-Qur’an. Hingga ia wafat pun sedang membaca al-Qur’an.

Dialah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Salah seorang khalifah rasyid yang diikuti sunnahnya. Persahabatannya begitu dekat dengan Nabi yang mulia, Muhammad ﷺ. Ia adalah di antara sahabatnya yang paling istimewa. Dan ia pula laki-laki yang menikahi dua putri Rasulullah ﷺ. Cukuplah sebuah riwayat dari Sufyan bin Uyainah berikut ini untuk mengetahui kedudukan Utsman di sisi Rasulullah ﷺ. Dari Sufyan bin Uyainah, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah ﷺ apabila duduk, maka Abu Bakar duduk di sebelah kanannya, Umar di sebelah kirinya, dan Utsman di hadapannya. Ia menulis rahasia Rasulullah ﷺ.” (Tarikh Dimasy oleh Ibnu Asakir, 26: 344)

Begitu mulianya Allah memuliakan hambanya yang dekat dengan al-Qur’an, ia begitu dimuliakan dilangit dan dibumi. Namun anehnya, masih ada saja yang tidak suka padanya, dan bahkan mengkafirkannya. Yang dimana hatinya selalu khusyu dengan al-Qur’an,  melalui tangannya al-Qur’an kini terkumpul, yang akhirnya terputuslah jemari dari lengannya hingga tumpahlah darah pada mushaf yang begitu ia agungkan. Orang-orang Khawarij itu memanjat rumahnya, pedang-pedang mereka mengalirkan darah Utsman yang suci sedang beliau tengah berpuasa dan membaca kitabullah, hingga tetesan darah pertama tatkala membaca,

فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah, Ayat 137)

Di malam hari sebelum Utsman meninggal dunia, ia bermimpi bertemu Rasulullah ﷺ dan beliau mengatakan, “Wahai Utsman, berbukalah bersama kami.” Dan tatkala shubuh ia berpuasa dan meninggal dunia di hari itu juga.

Sungguh keji orang yang menuduh dan menjelek-jelekkan beliau (Utsman bin Affan), yang dimana Allah dan Rasul-Nya begitu memuliakannya dengan ilmu dan kedudukan.  Allah mewafatkan seseorang dengan kebiasaannya, itu yang terjadi pada beliau ketika beribadah (bersama al-Qur’an).

Kembali kepada pembahasan Abu Abdirrahman as-Sulami. Beliau adalah guru dari Imam ‘Ashim, Imam ‘Ashim rahimahullah adalah salah seorang Qari’ yang amat berjasa dalam mengajarkan al-Qur’an kepada kaum muslimin. Tak heran jika beliau terpilih menjadi salah satu dari 7 Imam Qira’at yang kita kenal dengan Qiraat Sab’ah. Qiraat yang kita baca atau kita kenal dengan Qiraat Hafsh merupakan hasil dari kesungguhan beliau dalam mengajarkan al-Qur’an.

Jika kita lihat silsilah sanad al-Quran riwayat hafsh ini, akan kita dapati bahwa Imam Hafsh talaqqi al-Quran kepada Imam ‘Ashim, dan Imam ‘Ashim talaqqi al-Quran kepada Abdurrahman as-Sulami.

Sehingga dari setiap huruf al quran yang dibaca oleh kaum muslimin diberbagai penjuru dunia, beliau mendapatkan bagian pahala kebaikan didalamnya. Tak terbayang tentunya kebaikan yang beliau dapatkan hingga sekarang dan akan berlangsung hingga hari kiamat dengan izin Allah ﷻ.

Abu Abdirrahman as-Sulami sosok yang snagat zuhud, ia enggan menerima hadiah atas jasanya mengajarkan al-Qur’an. Suatu hari saat pulang kerumah, beliau dikejutkan dengan adanya hewan ternak berupa unta yang bukan miliknya. Merasa tak pernah membelinya beliau pun lantas bertanya kepada penghuni rumah, “Dari mana ini?”, Seorang yang bernama fulan menghadiahkannya kepadamu, sebab engkau mengajarkan al-Qur’an kepada anaknya, ucap keluarganya.

Beliau lantas memerintahkan untuk mengembalikan hadiah tersebut seraya menasehati keluarganya dengan perkataan yang nantinya cukup dikenal:

إنا لا نأخذ على كتاب الله أجراً

“Sesungguhnya kita tidak mengambil upah dari mengajarkan Kitabullah.”