Serial Ahli Qiro’at #5: Manusia Kasturi

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارِك على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

“Qiro’at apa yg paling engkau sukai?”

Pertanyaan ini dilontarkan oleh Abdulloh bin Ahmad bin Hanbal kepada ayahnya. Ia cukup penasaran dengan pendapat sang ayahanda.

“Qiro’at Penduduk Madinah (qiro’at Nafi’), jika tidak maka qiro’at ‘Ashim”, jawab sang ayah.

Imam Nafi’ berasal dari Asbahan sebuah daerah di Persia dan lahir pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan. Ia memilih kota Nabi sebagai tempat tinggalnya, disinilah ia belajar al-Qur’an dengan penuh semangat. Satu atau dua orang guru belum cukup memuaskannya, ia terus-menerus mencari guru talaqqi hingga mencapai puluhan. Tak heran jika ia nantinya menjadi seorang Qori masyhur serta rujukan utama di kota Madinah. Ia pernah berkata :

“Aku mempelajari al-Qur’an dari 70 orang Tabi’in” ucapnya suatu ketika

Para ulama biasa menempatkan Imam Nafi’ di urutan pertama dalam daftar para qurro dalam kitab mereka. At taisir, Matan Syatibiyah dan Kitab An Nasyr diantara contohnya.

Sang Manusia Kasturi

Qori yang memiliki warna kulit gelap ini menghabiskan hidupnya untuk al-Qur’an.
Murid-muridnya pun cukup banyak, baik dari dalam maupun luar Madinah. Diantara mereka adalah Imam Malik bin Anas رحمه الله, sang Imam darul hijroh.

Satu hal yang cukup mengesankan dari Imam Nafi’ adalah mulutnya yg selalu mengeluarkan aroma wangi bak minyak kasturi saat berbicara. Suatu ketika salah seorang diantara mereka memberanikan diri untuk bertanya :

“Wahai Imam, apakah engkau selalu menggunakan wewangian dimulutmu setiap kali hendak mengajar al-Qur’an?”
Mendengar pertanyaan tersebut beliau tersenyum dan menjawab :

“Aku tidak pernah melakukannya, namun suatu hari aku bermimpi bertemu dengan Rosulullolh ﷺ . Dalam mimpi tersebut beliau membacakan al-Qur’an didepan mulutku. Sejak saat itu keluarlah bau harum dari mulutku ini.”

Pujian Ulama

Keilmuan beliau tidak diragukan lagi, para ulama satu persatu melontarkan pujian kepadanya.

● Imam Malik رحمه الله berkata: “Nafi’ merupakan Imam Qiro’at di Madinah”
● Al Laits bin Sa’ad رحمه الله pernah berkata: “Aku melaksanakan ibadah haji pada tahun 113 hijriyah dan Imam qiro’at di Madinah saat itu adalah Nafi’”.
● Ibnu Mujahid رحمه الله berkata: “Nafi’ adalah Imam qiro’at penduduk Madinah”.

Wasiat Terakhir

Saat terbaring sakit menunggu ajal, anak-anak beliau berkumpul disekitarnya. Dengan penuh kesedihan mereka berkata :
“Apa yang engkau wasiatkan kepada kami wahai ayahanda?”

Beliau lantas membaca firman Allah ta’ala :

(فَاتَّ قوا ا َّ ﷲَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَیْنِكُمْ وَأَطِیعُوا ا َّ ﷲَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتمْ مُؤْمِنِینَ)

“maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” (Surat Al-Anfal, Ayat 1)

Beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun 169 hijriyah. Betapa indahnya kehidupan yg dipenuhi dan ditutup dengan Kitabulloh.

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita husnul khotimah. Aamiin

===

Referensi :

Ma’rifatul qurro kibar, Adz Dzahabi.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *