Tafsir al-Qur’an: QS. An-Naba’, Ayat 6-16

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارِك على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Allah ﷻ berfirman:

 أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَاداً

“Bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?” (QS. An-Naba’, Ayat 6)

Sebagian ahli tafsir menafsirkannya dengan مُمَهَّدًا (dipersiapkan), yaitu bukankah kami menjadikan bumi itu dalam kondisi telah dipersiapkan sehingga manusia mudah menempatinya, mudah untuk bercocok tanam, mudah untuk menjalani kehidupan?. Dalam sebagian qira’ah dibaca مَهْدًا yaitu kasur yang disiapkan untuk bayi agar bayi tersebut tidur di atasnya. Demikian pula Allah menyiapkan bumi ini dengan segala fasilitasnya agar mudah untuk ditempati oleh manusia.

Menciptakan bumi dalam kondisi dipersiapkan adalah perkara yang sangat mudah bagi Allah ﷻ. Ini adalah nikmat yang luar biasa dari Allah ﷻ kepada kalian wahai kaum musyrikin! Jika menciptakan bumi yang sedemikian hebat untuk kalian adalah mudah, maka membangkitkan kalian tentu juga mudah.

Lalu mulailah Allah ﷻ menyebutkan karunia-karunia-Nya kepada mereka, sehingga tampaklah kekuasaan Allah dan kemaha mampuan Allah ﷻ serta kemaha Esaan Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman:

 وَالْجِبَالَ أَوْتَاداً

“Bukankan Allah telah menjadikan bumi-bumi sebagai pasak.” (QS. An-Naba’, Ayat 7)

أَوْتَاداً dalam bahasa arab adalah bentuk jamak (plural) dari الوَتَدُ yang artinya adalah pasak. Jika kita ingin mendirikan kemah, maka kita perlu menancapkan semacam paku baik dari besi maupun dari kayu. Kita tancapkan terlebih dahulu dengan kuat kemudian kita ikat tali penyangga kemah tersebut. Kalau perlu kita memasang lima atau enam pasak/paku tersebut, atau minimal empat pasak sehingga kemah tersebut tegak dan tidak jatuh. Gunung yang Allah ﷻ tancapkan ke bumi ini semacam pasak. Kabar ini diucapkan oleh Allah 1400 tahun yang lalu. Di jaman sekarang yang semakin modern ini, setelah orang-orang melakukan penggalian-penggalian, mereka kemudian mengetahui bahwasanya gunung itu sangat tinggi, baik yang menjulang ke atas maupun yang menjulang ke bawah. Dari sini diketahui bahwasanya gunung itu bukanlah tumpukan tanah di atas permukaan bumi, akan tetapi dia tertancapkan ke bawah ibarat paku/pasak yang ditanamkan. Sehingga akan kita dapati kawah gunung itu berada di bawah permukaan tanah dan terus ke bawah. Akar gunung itu menjulang ke dalam jauh bahkan sebagian ahli dalam hal ini mengatakan bahwa bagian gunung yang muncul di atas permukaan bumi hanyalah 1/3 bagian. Jika kita menancapkan paku untuk membuat ikatan dari kemah, maka kita akan menancapkannya dengan dalam, yang kita sisakan hanya sebagian kecil agar paku tersebut kuat mengikat tali. Seperti itulah gunung-gunung yang ditancapkan oleh Allah ﷻ di atas muka bumi agar bumi ini tidak bergetar. Hal ini diucapkan oleh Allah ﷻ 1400 tahun yang lalu dan baru diketahui akan kebenarannya bahwasanya gunung itu tidak terhamparkan seperti tanah yang dihamburkan ke atas kemudian menggunung melainkan tertancapkan. Bukan seperti gunung di padang pasir yang bisa berpindah-pindah karena ditiup angin. Hal ini disebabkan karena gunung yang ada di padang pasir tidak tertancapkan di dalam bumi, tetapi ia hanyalah sekedar kumpulan pasir yang berada di atas daratan. Karenanya jika seseorang masuk ke dalam gurun/padang pasir, susah baginya untuk keluar, karena tidak ada gunung yang bisa dijadikan patokan, disebabkan gunung-gunung tersebut bisa berpindah-pindah tertiup angin. Adapun gunung bumi maka ia tertancap kuat di bawah tanah, makanya Allah ﷻ mengatakan أَوْتَاداً “gunung-gunung yang kami pasakkan.”

Kemudian Allah ﷻ mengingatkan kenikmatan yang lain yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya. Allah ﷻ berfirman:

 وَخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجاً

“Dan kami jadikan kalian berpasang-pasangan.” (QS. An-Naba’, Ayat 8)

Ini merupakan nikmat dari Allah ﷻ, Allah menjadikan setiap makhluk berpasang-pasangan. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan.” (QS. Adz-Dzariyat, Ayat 49)

Para ulama mengatakan tentang faidah Allah ﷻ menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.

Yang pertama, Allah ﷻ ingin menjelaskan bahwa Dia Maha Esa tidak butuh dengan pasangan.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Dialah Allah yang maha esa.” (QS. Al-Ikhlas, Ayat 1)

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dia (Allah) Pencipta langit dan bumi. Bagaimana (mungkin) Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu (QS. Al-An’aam, Ayat 101)

وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا

Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak (QS. Al-Jinn, Ayat 3)

Allah ﷻ tidak butuh dengan sesuatu pun, Allah ﷻ tidak butuh kepada anak dan juga tidak butuh kepada pasangan. Semua makhluk yang Allah ciptakan adalah berpasang-pasangan. Contohnya manusia, ada Adam dan Hawa, ayah dan ibunda kita, kemudian setiap manusia pun demikian ada laki-laki dan ada pula perempuan, hewan-hewan pun demikian ada jantan dan ada betina, bahkan dalam hal listrik pun ada positif dan ada negatif. Hampir semua perkara ada pasangannya, menunjukkan bahwasanya Maha Esa lah yang menciptakan pasangan-pasangan tersebut. Ini adalah nikmat luar biasa yang Allah ﷻ berikan. Bagaimana Allah ﷻ menjadikan lelaki dan wanita berpasangan yang saling membutuhkan diantara mereka yang tidak mungkin seorang lelaki bisa tenteram dan merasa nyaman kecuali ada wanita/istri yang mendampinginya. Bahkan Allah ﷻ menjadikan pasangan tersebut sebagai tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ, tanda-tanda bahwa Allah adalah Sang Pencipta, sebagaimana dalam firman-Nya :

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Ruum, Ayat 21)

Fungsinya adalah لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا yaitu agar kalian merasa tenang bersama istri-istri kalian tersebut. Mustahil seorang lelaki normal bisa hidup dengan tenang tanpa ada pasangan di dalam hidupnya. Diantara nikmat dari Allah ﷻ ialah Dia menumbuhkan kebutuhan seorang lelaki dengan pasangannya tersebut. Allah ﷻ pula lah yang menumbuhkan rasa kasih sayang diantara pasangan tersebut.

Demikian juga dengan menciptakan segala sesuatu secara berpasangan, menunjukkan akan kekuasaan Allah karena bisa menciptakan dua hal yang saling berlawanan dan kontradiktif. Allah menciptakan surga, namun Allah juga menciptakan lawannya yaitu neraka. Allah menciptakan malaikat Jibril, namun Allah juga menciptakan Iblis. Allah menciptakan Fir’aun, namun Allah juga menciptakan Musa ‘alaihis salam.

Kemudian Allah ﷻ berfirman:

 وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتاً

“Dan kami jadikan tidur kalian untuk istirahat.” (QS. An-Naba’, Ayat 9)

سُبَاتاً dalam bahasa arab artinya istirahat. Ini juga merupakan anugerah dari Allah ﷻ. Seandainya seseorang bekerja terus-menerus tanpa istirahat niscaya dia akan binasa. Oleh karena itu, Alah menjadikan seseorang lelah sehingga dia butuh dengan istirahat.

Kemudian Allah ﷻ berfirman:

 وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاساً

“Dan kami jadikan malam sebagai pakaian dari kalian.” (QS. An-Naba’, Ayat 10)

Sebagian ahli tafsir mengatakan, seseorang yang memasuki malam hari, maka malam tersebut yaitu gelapnya malam akan meliputi dia. Pada zaman dahulu tatkala lampu belum ada begitupun penerangan lainnya, manusia sering berada dalam keadaan gelap. Seseorang tidak akan membuka pakaiannya kecuali di malam hari ketika dia sudah tertutupi oleh gelapnya malam, karenanya dia tidak malu untuk membuka pakaiannya. Sehingga seakan-akan Allah ﷻ menjadikan malam-malam tersebut sebagai ganti dari pakaiannya.

Kemudian Allah ﷻ berfirman:

 وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشاً

“Dan kami jadikan siang hari sebagai tempat mencari kehidupan (untuk mencari ma’isyah).” (QS. An-Naba’, Ayat 11)

Para ulama menyebutkan sunnatullah (aturan Allah ﷻ) bahwa malam adalah waktu istirahat dan siang adalah waktu mencari nafkah dan mencari kehidupan. “barang siapa yang merubah tatanan ini maka dia akan ditimpa dengan berbagai macam gangguan”. Seseorang yang harusnya menjadikan malamnya sebagai waktu istirahat dan siang sebagai waktu bekerja namun dia balik menjadi siang untuk tidur dan malam untuk kelayapan maka dia akan terganggu, tubuhnya tidak akan segar meskipun waktu tidurnya di siang hari lebih banyak. Tetap saja dia tidak akan merasakan kelezatan sebagaimana yang dia rasakan ketika dia tidur pada malam hari selama 8 jam, meskipun pada siang hari tidurnya lebih panjang. Hal ini terjadi karena dia mengubah tatanan, yang seharusnya malam menjadi tempat istirahat, namun dia ubah malamnya menjadi tempat untuk mencari penghidupan dan siangnya menjadi tempat untuk istirahat. Orang seperti ini kehidupan yang dia jalani tidak akan berjalan dengan normal, dia akan merasakan gangguan kesehatan, gangguan dalam pikirannya, dan berbagai hal lainnya.

Kemudian Allah ﷻ berfirman lagi tentang anugerah yang Dia berikan :

 وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعاً شِدَاداً

“Dan kami bangun di atas kalian 7 langit yang kokoh” (QS. An-Naba’, Ayat 12)

Langit yang berada di atas kita ada sebanyak 7 lapis, jarak antara langit satu dengan langit lainnya membutuhkan perjalanan yang sangat jauh. Ini menunjukkan bagaimana luasnya ke-Maha kuasaan Allah ﷻ. Langit yang kita saksikan ini tidak diketahui dimana penghujungnya. Allah Subhanallahu wata’ala menegakkannya tanpa pasak dari bumi dan langit juga lebih luas daripada bumi ini. Padahal kita tahu pada umumnya yang berada di atas itu lebih kecil daripada yang di bawah. Kemudian yang di atas itu lebih butuh daripada yang di bawah, apabila yang di bawah jatuh maka yang di atas juga akan jatuh, sehingga butuh pasak untuk menahan. Inilah yang sering kita lihat dalam praktek kehidupan sehari-hari, yang di atas lebih kecil daripada yang di bawah, yang di bawah menaungi yang di atas, dan yang di atas butuh dengan pasak agar dia tidak terjatuh. Namun hal ini tidak berlaku pada langit. Langit jauh lebih tinggi daripada bumi dan jauh lebih luas daripada bumi. Sementara itu tidak ada pasak yang tertancap dari bumi menuju langit padahal langit yang dengan kokohnya berada di atas kita bukan hanya satu lapis melainkan 7 lapis. Seseorang yang merenungkan hal ini akan menyadari bahwa dia adalah makhluk yang sangat kecil yang tidak ada tandingannya dengan bumi ini. Lantas bagaimana dengan kedahsyatan langit yang Allah ﷻ bangun 7 lapis di atas bumi ini.

Kemudian Allah ﷻ berfirman:

 وَجَعَلْنَا سِرَاجاً وَهَّاجاً

“Dan kami jadikan pelita yang amat terang (yaitu matahari)” (QS. An-Naba’, Ayat 13)

Barangsiapa yang memperhatikan al-Qur’an, dia akan mengetahui bahwasanya al-Qur’an diturunkan oleh Allah ﷻ. Al-QQuran datang dengan lafal-lafal yang detail dan tidak mungkin keliru.

لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji (QS. Fusshilat, Ayat 42)

Tidak akan ada kesalahan dari depan maupun belakang, dan dari arah manapun, karena diturunkan dari Allah ﷻ.

Allah ﷻ menyebutkan tentang matahari dimana Dia mengatakan :

وَجَعَلْنَا سِرَاجاً وَهَّاجاً “kami jadikan sinar yang وَهَّاجاً yaitu mengandung rasa panas”. Kata para ulama maksudnya adalah matahari. Matahari tidak disebut oleh Allah ﷻ dengan Nur, berbeda dengan rembulan. Allah ﷻ berfirman :

وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُوراً

“Dan Allah ﷻ menjadikan pada langit-langit tersebut terdapat Nur” yaitu cahaya. Matahari oleh Allah ﷻ dikatakan sebagai سِرَاجاyang bermakna sinar. Adapun rembulan dikatakan sebagai cahaya karena pantulan dari sinar tersebut. Ini menunjukkan betapa detailnya Al Quran yang Allah ﷻ turunkan 1400 tahun yang lalu.

Kemudian Allah ﷻ berfirman:

 وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجاً

“Dan kami turunkan dari awan air yang banyak” (QS. An-Naba’, Ayat 14)

Diantara makna الْمُعْصِرَاتِ dalam bahasa arab adalah awan yang sudah hitam yang mengandung butiran-butiran air dan siap diturunkan ke langit. Allah Subhanallahu wata’ala mengatakan وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجاً “dan kami turunkan dari awan tersebut air yang banyak”, yaitu hujan yang deras. ini merupakan nikmat dari Allah ﷻ juga. Kemudian apa fungsi dari air yang turun tersebut? Kata Allah ﷻ:

 لِنُخْرِجَ بِهِ حَبّاً وَنَبَاتاً

“Agar kami turunkan kami tumbuhkan dari air hujan tersebut” (QS. An-Naba’, Ayat 15)

حَبّاً adalah biji-bijian sedangkan نَبَاتاً adalah tumbuhan-tumbuhan. Biji-bijian disini mengandung segala bentuk biji-bijian yang merupakan makanan pokok manusia. Seperti beras, gandum, jagung, adas, fuul (kacang merah).

Kemudian Allah ﷻ menyebutkan وَنَبَاتاً. Mengapa Alah menyebutkan biji-bijian terlebih dahulu? Karena biji-bijian merupakan makanan pokok yang hampir tidak mungkin hidup tanpa makanan tersebut. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan, sayur-mayur, buah-buahan, terkadang manusia itu tidak butuh terhadap sayur–mayur dan buah-buahan. Sehingga dalam penyebutannya, Allah ﷻ pun menyebutkannya secara berurutan yaitu biji-bijian terlebih dahulu kemudian tumbuh-tumbuhan yang lainnya.

Setelah itu, Allah ﷻ mengatakan :

 وَجَنَّاتٍ أَلْفَافاً

“kemudian kebun-kebun yang lebat” (QS. An-Naba’, Ayat 16)

Ayat ini adalah bagian terakhir yang berisi tentang karunia-karunia yang beraneka ragam yang Allah ﷻ berikan kepada manusia sebagai bukti bahwasanya Allah ﷻ Maha Kuasa. Allah ﷻ yang menumbuhkan tetumbuhan, Allah ﷻ yang meninggikan langit, Allah ﷻ yang telah menciptakan bumi, Allah ﷻ yang telah memberikan dan menurunkan hujan ini. Ini semua menunjukkan akan kekuasaan Allah ﷻ. Seakan-akan Allah ﷻ mengatakan kepada orang-orang musyrikin, “Hai orang-orang musyrikin, jika kami bisa melakukan itu semua, maka menghidupkan kembali yang telah menjadi tulang belulang adalah perkara yang mudah”.

Setelah itu Allah ﷻ mulai menyebutkan tentang hari kiamat yaitu pembahasan selanjutnya setelah pembahasan sebelumnya yang menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang disebutkan oleh Allah ﷻ. Diantara cara belajar ilmu tafsir yang dilakukan oleh sebagian ulama adalah sebagian surat diklasifikasikan menjadi pokok-pokok bahasan, mulai dari paragraf pertama berbicara tentang ini, paragraf ke dua berbicara tentang itu, paragraf ketiga, dan seterusnya. Hal ini dilakukan agar kita bisa melihat maknanya secara kompleks atau secara keseluruhan dengan cara mengetahui masing-masing maksud dari setiap paragrafnya. Belajar ilmu tafsir memang butuh kesabaran untuk mempelajarinya bagian per bagian, terutama surat-surat yang sering kita baca. Sebisa mungkin surat-surat yang ada di juz ‘amma dihafalkan dengan baik dan dipelajari tafsirnya dengan cermat secara bertahap.

Setelah itu masuk ke dalam pembahasan yang baru, Allah ﷻ menjelaskan tentang dahsyatnya hari kiamat. Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتاً

“Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang sudah ditetapkan” (QS. An-Naba’, Ayat 17)

Bersambung, insyaa Allah ..